Jumat, 21 Juni 2013

OPINI MALUT POST "22 JUNI 2013"



KAMPANYE
*By. Rusly Saraha (Ketua Panwaslu Kota Tidore Kepulauan)

“Elit cerdas, kampanyenya mencerahkan.

Elit terhormat, berpadu dalam pemilu bermartabat.....”



Dialah Dr. Joseph Goebbels. Lelaki pemikir, sekaligus pekerja. Ia tak berkumis, apalagi mengikuti style berkumis “segi empat tengah” ala juragan Nazi, Adolf Hitler. Tak banyak yang mengenalnya, tapi Jerman Raya di masa keemasan Nazisme memposisikan Goebbels sebagai orang ketiga yang paling disegani setelah sang fuhrer Adolf Hitler dan Martin Bormann.

Tahun 1924, di tahun ketika Hitler dibebaskan dari penjara Landsberg akibat “Pengkhianatan Tingkat Tinggi”, Goebbels bergabung dengan Nazi. Di usia 36 tahun Goebbels telah diangkat menjadi menteri propaganda. Sang doktor terbilang lihai, cukup piawai bahkan paling tajam dalam menegakkan tonggak identitas ke-Nazi-an. 


Pada 10 Mei 1933, Joseph Goebbels menjadi pengobar kampanye perlawanan terhadap Yahudi, kaum liberal, aliran sayap kiri, orang asing dan lainnya sebagai sesuatu yang “Non Jerman”. Dan Lapangan Opera Berlin kala itu dipenuhi puluhan ribu massa. Pidato menteri yang menjadi poros propagandis Nazisme Jerman ini makin menggetarkan. Malam harinya massa yang tersiram bumbu-bumbu agitasi menjarah perpustakaan dan toko buku. Sorak sorai menggelindang kota dalam pawai obor lalu terhentak menjadikannya sebagai api unggun akbar. Sekitar 25.000 buku yang diidentifikasi sebagai “buku terlarang” dilemparkan ke dalam bara api. Karya-karya hebat milik beberapa tokoh seperti Einsten,Sigmund Freud,  dan bahkan Buku Si Tuna Netra Hellen Keller-pun turut berpesta dalam lumatan kobar api.


Dalam jagat propaganda, kekaliberan Goebbels tergolong berlevel tinggi. Model propagandanya disebut sebagai argentum ad nausem atau lebih dikenal sebagai teknik Big Lie atau kebohongan besar. Teknik ini menguraikan sebuah gebrakan propaganda dengan penyebaran berita bohong melalui media massa secara gencar, masif dan meluas hingga kebohongan tersebut diakui sebagai kebenaran.


Goebbels terbukti sukses dalam propaganda gerakan “Pembersihan Jiwa Jerman”. Bersama Hitler, ia mengibarkan panji-panji tirani dan kediktatoran. Menjadikan penyensoran karya, diskriminasi ras dan penghilangan nyawa terhadap manusia non Arya sebagai sesuatu yang legal dan benar-benar tidak salah.


Propaganda dalam Everyman’s Encylopedia diartikan sebagai sebuah seni untuk menyebarkan dan meyakinkan suatu kepercayaan, khususnya kepercayaan agama dan politik. Dalam prosesnya, propaganda bersifat penyampaian gagasan, ide, kepercayaan atau doktrin yang tujuannya diarahkan untuk membentuk atau mengubah opini, sikap, dan prilaku individu/kelompok dengan teknik-teknik mempengaruhi.


Semenjak terdokumentasi dalam Inskripsi Behistun (515 SM) yang menggambarkan kenaikan Darius I ke tahta Persia, propaganda telah mengalami perkembangan pesat. Beragam teknik propaganda mulai berseliweran dan telah teraplikasi di berbagai momentum dalam aneka situasi. Salah satu teknik yang terkenal adalah Plain Folks atau manusia biasa. Plain Folks sebagaimana dikutip di Wikipedia adalah suatu teknik propaganda yang digunakan oleh seseorang untuk menunjukkan bahwa dirinya rendah hati dan empati dengan penduduk pada umumnya. Pola ini diyakini paling super dan paling banyak digunakan dalam kampanye untuk memperoleh kekuasaan politik, seperti perburuan singgasana Presiden, Bupati, Walikota atau Gubernur.


Di Maluku Utara, Pemilu Gubernur saat ini sedang berlangsung tahapan kampanye.  Tahapan ini berlangsung cukup singkat, yakni 14 hari semenjak 14 Juni hingga 27 Juni 2013. Dalam racik formal, kampanye diatur sebagai sebuah kegiatan untuk meyakinkan para pemilih dalam rangka memperoleh dukungan sebesar-besarnya dalam bentuk penawaran visi, misi dan program secara lisan maupun tertulis (PKPU 69 tahun 2009).. Secara teknis, (pasal 13 PKPU 69 tahun 2009) terdapat 5 (lima) prinsip utama yang menjadi pedoman dalam penyampaian materi kampanye, yakni : 1. Sopan (menggunakan bahasa dan kalimat yang santun dan pantas ditampilkan kepada umum, 2. Tertib (tidak mengganggu kepentingan umum), 3. Mendidik (memberikan informasi yang bermanfaat dan mencerahkan pemilih, 4. Bijak dan Beradab (tidak menyerang pribadi, kelompok, golongan atau pasangan calon lain), 5. Tidak Bersifat Profokatif. 
 

Corak kampanye hitam yang berpijak pada kepicikan mental dan kebejatan watak adalah tradisi kotor yang bukan tidak mungkin akan berkontribusi bagi kekentalan jejak kelam Pemilu Kada di jazirah ini. Model kampanye yang mengandalkan SARA adalah sebuah parade kekerasan wacana yang mengotori pemikiran, apalagi dengan penampakan simbol-simbol kekerasan yang dalam kondisi tertentu akan mudah melecutkan praktek pertikaian antar massa pendukung.


Gerakan preventif telah dilakukan oleh Polda Maluku Utara pada 23 Mei 2013 dalam penandatanganan Pakta Integritas oleh Kandidat yang dipertajam dengan pernyataan sikap bersama Tim Sukses Paslon Gubwagub untuk mendukung Pemilu Damai pada 12 Juni 2013 di Ngara Lamo Salero. Langkah permulaan yang cukup brilian juga telah diparadekan oleh Malut Post melalui Pagelaran Foto Kekerasan Pemilu Gubernur 2007 ke publik di beberapa tempat (Ternate, Tidore dan Maba) sebagai ikhtiar terbaik dan penanda refleksi. “Meski begitu fragmen demokrasi sehat selalu dipandang sebelah mata, bahkan sebagian orang tidak perlu lagi menggunakan perspektif rasional untuk menafsirkan segala dimensi demokrasi” (Editorial Tabloid Zaman Edisi I).


Barangkali diperlukan “Kebijaksanaan Tingkat Tinggi” dalam tiap jengkal hati dan nadi elit politik di Jazirah ini untuk memastikan perhelatan Pemilu Gubernur 2013 ini berlangsung secara bermartabat. Masa kampanye yang berlangsung hingga 27 Juni 2013 ini adalah media dan kesempatan terbaik bagi pasangan calon dan tim kampanye untuk memberikan pendidikan politik terbaik bagi masyarakat pemilih dengan berkaca pada dua pemilu kada gagal (2001/2002 dan 2007/2008) yang mencoreng sejarah Maluku Utara disertai konfigurasi pasangan calon 2013 yang multi etnik dan berasal dari latar belakang agama yang berbeda serta komplit dari sisi dukungan Parpol maupun Perseorangan/ Independen

Sebagai sebuah pesta demokrasi, penyelenggaraan pemilu Gubernur harus dapat menyuguhkan sesuatu yang tidak hanya mencerahkan, tetapi menceriakan masyarakat. Di sebuah Talk Show pada Rapat Stake Holder Pemilu Kada Maluku Utara yang dihelat Bawaslu RI 10 Juni 2013, Dr. Husen Alting (Rektor Unkhair Ternate) menyentil “layaknya pesta-pesta di Maluku Utara, pesta demokrasi pemilu Gubernur harus membikin masyarakat enjoy, bukan tebar teror, ketakutan dan intimidasi”.


Di hari ketika masyarakat Amerika turun ke jalan dan memprotes gerakan pembakaran buku yang membunuh kebebasan ekspresi oleh rezim Nazi Jerman, Helen Keller yang karyanya juga turut diberangus tak terlibat dalam demonstrasi di New York, Philadelphia, St. Luis dan Chicago itu. Si Buta yang Rausanfikr ini hanya terdiam di sisi ruangan, sejenak menarik napas, dalam tatapan kosong ia berujar “Tirani tidak dapat mengalahkan gagasan”.Terbukti rezim otoriter Nazi yang terkenal dengan propaganda The Big Lie kebohongan besar yang diotaki Goebbels ini akhirnya runtuh juga, dan kemudian dikenang sejarah dalam balutan kecaman sebagai rezim keji dan tengik. 


Maluku Utara, negeri semenanjung raja-raja kini sedang menyusun langkah menegakkan tonggak “kesempatan ketiga” dalam helat akbar Pemilu Gubernur 2013. Setidaknya dalam pelaksanaan kampanye ini, kita memperoleh suguhan terbaik dari pasangan calon dan tim kampanye yang secara tulus menegaskan kesungguhan bakti, bukan pada tebar pesona janji-janji basi dan mengkonsolidasikan seluruh kekuatan dan kapabilitasnya untuk menyelenggarakan pencerahan politik yang anti diskriminasi etnis maupun agama. Hal demikian tentu menjadi menu wajib yang mesti dijamin dan dipastikan oleh elit politik kita, seraya mengibarkan panji-panji demokrasi demi menjaga semangat dan asa seluruh rakyat Maluku Utara untuk kesejahteraan dalam falsafah Marimoi Ngone Futuru. (*)




Tidak ada komentar:

Posting Komentar